Rabu, November 21, 2007

Jangan Diselesaikan dengan Balas Dendam

JAKARTA - Penyelesaian kasus Tanjung Priok pada 12 September 1984 jangan melalui semangat balas dendam. Kasus itu harus diungkap dengan tuntas melalui suatu proses hukum.

Hal itu dikatakan mantan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Akbar Tandjung, dalam peluncuran buku berjudul "Menuju Kedamaian Nan Indah" di Jakarta, Senin (12/9). Buku ditulis oleh kakak korban peristiwa Tanjung Priok, A Rusly Biki, itu diterbitkan dalam rangka memperingati 21 tahun peristiwa berdarah tersebut.

Akbar berharap, kasus Tanjung Priok dapat diusut dengan tuntas. Meski selama ini telah ada proses hukum untuk mengungkap kasus itu, namun masih terdapat sejumlah misteri yang belum terungkap.

"Ke depan, kasus ini harus diungkap tapi dengan semangat untuk menegakan kebenaran dan keadilan. Jangan dengan semangat balas dendam. Negara kita negara hukum, sehingga harus lewat proses hukum dan secara terbuka," katanya.

Menurut Akbar, fakta yang terjadi dalam kasus itu adalah ada korban yang cukup besar. Meski demikian, dia mengimbau seluruh pihak yang terkait untuk tidak menjadi kasus ini sebagai sarana pemecah belah bangsa.

"Jangan sampai karena kasus ini kita terpecah belah. Memang, faktanya ada korban yang cukup besar. Oleh karena itu, jangan sampai kasus-kasus seperti ini terulang lagi," katanya.

Sementara itu, Rusly Biki juga berharap agar kasus ini bisa diselesaikan dengan baik. Pemerintah, pihak korban, dan masyarakat lain harus bisa menyatukan pikiran dan mengutamakan kepentingan bangsa.

Menurutnya, bagi keluarga korban tidak ada hal yang diinginkan kecuali agar kasus ini bisa terungkap tuntas. Jangan sampai ada pihak-pihak tertentu yang mengambil kesempatan untuk memanfaatkan kasus ini.

"Setiap tahun kasus ini selalu menjadi masalah. Sudahlah. Untuk itu, saya mengimbau kepada orang-orang yang dinyatakan bersalah dan sebagai pelanggar HAM, mari kita duduk bersama," kata dia.

Tolak

Sementara itu, sekitar 50 orang warga dan korban kasus Tanjung Priok, yang tergabung dalam Koalisi Masyarakat untuk Penuntasan Kasus Tanjung Priok berunjukrasa di depan kantor Mahkamah Agung (MA) Jakarta. Mereka mengecam dan menolak keputusan pengadilan HAM ad hoc Tanjung Priok yang tidak memberikan ruang apa pun bagi penyelesaian pertanggungjawaban kejahatan kemanusiaan di peristiwa Tanjung Priok.

Mereka juga mengutuk fakta yang menunjukkan bahwa pengadilan secara sadar telah memposisikan dirinya menjadi pelaku kejahatan lanjutan dengan membebaskan para pelaku, menggantung nasib korban dan mengaburkan peristiwa pelanggaran HAM Priok yang sebenarnya.

Para pengunjukrasa meminta pemerintah atas serangkaian buruknya keputusan pengadilan HAM ad hoc Tanjung Priok yang semakin mengaburkan penyelesaian kasus itu. Mendesak MA untuk menyelidiki berbagai proses dan keputusan controversial berseragam dan bersenjata serta intimidasi lainnya pada kasus Tanjung Priok berdasarkan hukum yang harus bertanggungjawab pada pemenuhan keadilan korban.

Mereka juga mendesak agar Kejaksaan Agung menindaklanjuti proses pemenuhan hak-hak korban sesegera mungkin. "Hal ini perlu secepatnya dilakukan agar lembaga Kejaksaan Agung tidak semakin dianggap menjadi bagian dari institusi yang merusak pencapaian keradilan korban," kata Ahmad Hambali, seorang pengunjukrasa dalam orasinya.

Pengunjukrasa, juga mengecam tindakan semua pihak termasuk para pelaku pelanggar HAM kasus Tanjung Priok yang dengan sengaja mengadu domba korban, masyarakat dan sistem keadilan sehingga merusak akses pencapaian keadilan bagi para korban, serta menciptakan kejahatan baru, yaitu, kejahatan tanpa hukuman.

Setelah berorasi dengan tertib di depan kantor MA, para pengunjukrasa yang menggunakan sebuah bus Metromini itu bergerak menuju Bundaran HI. Di sana mereka juga berunjukrasa dan menuntutkan hal yang sama. Baik di depan kantor MA, di perjalanan menuju bundaran HI sampai mereka bubar dari bundaran HI selalu dikawal puluhan polisi. (O-1/E-8)

http://www.suarapembaruan.com/News/2005/09/13/Nasional/nas09.htm

Tidak ada komentar: