Kamis, November 15, 2007

Pemerintah dan DPR Harus Ikut Selamatkan Leuser

Pembaruan/Jurnasyanto Sukarno

PAMERAN LINGKUNGAN - Ketua MPR Hidayat Nur Wahid (kanan) didampingi Ketua Lembaga Pembela Hak Asasi Manusia (LP-HAM) Ahmad Hambali (kiri) memegang poster kampanye anti- perusakan lingkungan saat pembukaan Pameran Pencerahan Sistem Lahan Bukit Pandan di Gedung MPR/DPR, Jakarta, Jumat (15/10).

JAKARTA - Pemerintah dan DPR yang baru terbentuk harus segera menyelamatkan Kawasan Ekosistem Leuser (KEL). Sebab sebanyak 58 persen lahan di KEL adalah lahan rawan longsor. Lahan rawan longsor ini terdiri dari 39 persen lahan berkarakteristik sistem lahan bukit pandan yang rawan longsor.

Sistem lahan Bukit Pandan mempunyai kemiringan lebih dari 60 derajat sehingga sangat peka longsor. ''Kemudian, 19 persen lainnya adalah sistem lahan bukit Pendreh dan Maput,'' kata Co-Director Unit Manajemen Leuser, Alibasyah Amin, Jumat (15/10) di Jakarta.

Dengan curah hujan 2.100 - 5.100 mm/hari, bahaya besar senantiasa mengancam. Terlebih lagi bila perusakan di kawasan ini dibiarkan maka akan makin banyak jatuh korban. Kejadian di Bohorok lalu telah menunjukkan pada kita bahwa kita harus menjaga ekosistem agar bencana dapat dihindari.

Pembangunan jalan Ladia Galaska yang memotong KEL, dimana banyak terdapat lahan bukit pandan, membuat daerah di Sumatera terancam bahaya. Belum lagi kepunahan beraneka ragam hayati yang pasti akan terjadi.

Untuk menyadarkan semua itu, Aliansi Organisasi Non Pemerintah Menentang Ladia Galaska menyelenggarakan pameran pencerahan lingkungan hidup.

Bertempat di lantai dasar DPR RI, akan digelar beragam foto dan pamflet yang menunjukkan kawasan itu.

Menurut Koordinator Aliansi Ornop Hasjrul Junaid, pameran tersebut diharapkan dapat memberikan pencerahan bagi DPR baru.

"Sudah tiga tahun pemerintah dan DPR setuju untuk mengucurkan dana bagi pembangunan ruas jalan Laadia Galaska. Padahal banyak sekali terjadi pelanggaran dan bila proyek ini tetap dipaksakan akan sangat merusak lingkungan," katanya.

Karena itu dia mendesak pemerintah melalui Menteri Keuangan untuk tidak mengucurkan dana Rp 349 miliar yang diajukan Gubernur NAD Abdullah Puteh akhir Juni lalu. DPR periode mendatang harus mengkaji ulang penggunaan dana untuk membangun jalan Ladia Galaska tersebut. Apalagi, dari berbagai hasil kajian menunjukkan bahwa pembangunan jalan itu tidak berdampak besar bagi masyarakat di sekitar sana.

Kerja Keras

Dia menghargai kerja keras Komisi VIII yang selama ini sangat kritis menyikapi Ladia Galaska. Tetapi bila Menteri Keuangan tetap mengucurkan dana, kerja itu tidak ada hasilnya.

Alibasyah mencontohkan kasus Bohorok, dimana saat itu curah hujan mencapai 101 mm per hari. Tanpa adanya pembalakan liar sudah terjadi bencana yang begitu besar. Jalan Ladia Galaska nantinya akan menembus hutan lindung dan hutan konservasi. Di ruas Ladia Galaska ke arah selatan, beberapa hari yang lalu terjadi longsor sehingga jalan putus mencapai 20 meter.

"Jalan di sana memang rawan longsor, bagaimana mungkin akan dibangun jalan? Kalau ini terus dipaksakan, berapa kerugian dana yang dialami pemerintah selain kerusakan ekosistem. Selain itu banyak sekali peraturan yang ditabrak dalam pembangunan jalan Ladia Galaska. Untuk ruas Jeuram-Beutong Ateh- Takengon contohnya, ada 34,8 kilometer hutan lindung yang dirusak," paparnya.

Dari hasil penelitian diperoleh bahwa setiap pembangunan 1 km jalan di kawasan hutan, akan merusak 400-2.400 hektare lahan hutan.

Pameran tersebut dibuka ketua MPR, Hidayat Nur Wahid. Dalam sambutannya dia berharap kampanye di lobi gedung DPR/MPR itu dapat memberikan pencerahan bagi anggota dewan maupun masyarakat umum.

"Bagaimanapun juga kita hidup di atas tanah dan harus kita jaga tanah itu dengan selalu peduli lingkungan," katanya. (AS/N-5)

Tidak ada komentar: