Kamis, November 15, 2007

Pembela Kasus Priok Desak Panggil Soeharto

>Sabtu, 23 September 2000

Jakarta, Kompas

Koalisi Pembela Kasus Priok (KPKP) mendesak Komisi Penyelidik dan Pemeriksa Pelanggaran Hak Asasi Manusia Tanjung Priok (KP3T) Komnas HAM, untuk segera memanggil mantan Presiden Soeharto, guna dimintai keterangan mengenai kasus Priok.

Koordinator KPKP Ahmad Hambali menegaskan, berdasarkan temuan koalisi tersebut, peran Soeharto yang saat itu menjadi presiden dalam insiden Priok 12 September 1984, sangat besar. Keterangan KP3T kepada Soeharto akan menjadi masukan berarti bagi kejelasan pertanggungjawaban peristiwa pelanggaran HAM Priok.

Hambali mengungkapkan hal itu dalam konferensi pers di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jumat (22/9). KPKP adalah koalisi bentukan empat kelompok, yakni Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras), YLBHI, LBH Apik, Asosiasi Pembela Islam (API), dan Aliansi Pengacara untuk Demokrasi Indonesia (Aprodi).

"Peristiwa Priok tak terpisah dari keinginan pemerintah memaksakan penerapan Pancasila sebagai asas tunggal. Dan upaya pemaksaan itu diawali pernyataan Soeharto dalam Rapim ABRI di Pekanbaru Riau, pada 27 Maret 1980, dan pidato tanpa teks di acara HUT ke-28 Kopasandha (kini Kopassus-Red), 16 April 1980," katanya.

Dalam pidato tanpa teks di HUT Kopasamdha, misalnya, data KPKP menyatakan bahwa Soeharto berkata, "....Oleh karena ABRI sudah menghendaki tidak ingin perubahan dan kalau ada perubahan wajib menggunakan senjata...... daripada kita menggunakan senjata dalam menghadapi perubahan UUD 45 dan Pancasila, lebih baik kami menculik seorang daripada dua pertiga yang ingin mengadakan perubahan..."

Pernyataan Soeharto yang bernada ancaman terhadap kelompok yang menolak asas tunggal itu, ditanggapi kritik dari sejumlah tokoh. Mereka yang mengkritik di antaranya Ketua Umum Muhammadiyah (waktu itu) KH AR Fakhrudin, Wakil Ketua PB Nahdlatul Ulama KH Anwar Musaddad, tokoh PPP Syaifudin Zuhri, Letjen AY Mokoginta, FKS Purna Yudha, dan kelompok Petisi 50.

Kritik-kritik itu tak ditanggapi pemerintah. Bahkan, pemerintah makin memojokkan kelompok kritis itu. Salah satu bukti, Panglima ABRI LB Moerdani pernah berkata, "Kenali sifat dan kegiatan musuh Pancasila, serta halangi kondisi yang memungkinkan musuh Pancasila mengembangkan diri...". Ini disampaikan dalam sebuah pidato resmi. (p01)

http://www.asiamaya.com/berita_hukum/kasus_priok/pembela.html

Tidak ada komentar: