Kamis, November 15, 2007

Soal Kelambatan Kerja KPP HAM Priok, DPR akan Panggil Komnas HAM

Sabtu, 13 Mei 2000

Jakarta, Kompas

Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) akan memanggil Komisi Nasional Hak Asasi
Manusia (Komnas HAM) setelah berakhirnya reses, untuk menanyakan
proses penanganan masalah pelanggaran HAM dalam kasus Tanjungpriok
oleh Komisi Penyelidik Pelanggaran (KPP) HAM Priok. Sejauh ini, KPP
HAM Priok tampak lamban, tidak semangat seperti menangani kasus Timor
Timur. Mereka kurang menggigit dalam mengejar jawaban para jenderal
yang semuanya mungkir. Hal tersebut disampaikan anggota DPR Hartono
Mardjono, ketika datang ke Komnas HAM, Jakarta, untuk memenuhi
undangan KPP HAM Priok dalam kapasitasnya sebagai narasumber KPP HAM
Priok, Jumat (12/5). Nama Hartono diusulkan oleh Koalisi Pembela Kasus
Priok (KPKP) sebagai anggota KPP HAM Priok, namun kemudian hanya
dijadikan narasumber.

"Kami dulu waktu menerima KPKP, pernah dialog dan kami menjanjikan
akan mengikuti terus dan kalau perlu akan mengundang Komnas HAM,
sampai dimana proses penanganan masalah tragedi Tanjungpriok," jelas
Hartono.

Sementara itu, undangan serupa terhadap sejumlah narasumber KPP HAM
Priok lainnya ditolak oleh narasumber yang bersangkutan maupun KPKP,
karena ada kecenderungan kuat KPP HAM Priok hanya mencantumkan para
narasumber untuk melegitimasi hasil kerjanya. Padahal, sebagaimana
dijelaskan Koordinator KPKP Ahmad Hambali, maupun para anggota
narasumber KPP HAM Priok yaitu Irianto Subiakto, Apong Herlina, Ahmad
Yani, KPP HAM Priok selama ini tidak pernah melibatkan para narasumber
itu. Bahkan permintaan para narasumber itu untuk membaca Berita Acara
Pemeriksaan (BAP) dalam rangka memberikan masukan kepada KPP HAM
Priok, tidak ditanggapi.

Menurut Hartono, cara KPP HAM Priok menangani soal Priok seperti
menangani pekerjaan rutin sehari-hari saja, dan bukan merupakan
crash-program seperti masalah Timtim. "Ini kan harusnya crash-program,
malahan lebih didulukan ketimbang Timtim. Jangan mentang-mentang tidak
ada tekanan internasional. Bisa saja itu karena anggotanya orang
Komnas semua. Akan tetapi meskipun anggotanya orang Komnas, kalau dia
punya rasa tanggung jawab, rasa keprihatinan bahwa yang menjadi korban
adalah rakyat bangsa Indonesia, harusnya tidak begitu," ungkapnya.

Hartono juga mengkritik para jenderal yang telah dipanggil KPP HAM
Priok, karena tidak memberikan jawaban yang sebenarnya. "Counter-nya
banyak nanti dari saksi-saksi lain. Masih banyak saksi yang perlu
dipanggil untuk menjelaskan apa yang diterangkan oleh Benny Moerdani
dan Try Sutrisno itu tidak benar," tegasnya.

Tidak jelas

Hambali menjelaskan, pada tanggal 10 Maret 200 KPKP mengajukan enam
nama untuk menjadi anggota KPP HAM Priok, yaitu Irianto Subiakto,
Apong Herlina, Ahmad Yani, Hartono Mardjono, Hussein Umar, dan
Kusmawan. Akan tetapi, KPP HAM Priok malah hanya menjadikan keenam
orang itu sebagai narasumber yang tidak jelas fungsi dan kewenangannya
dalam proses-proses pemeriksaan dan penyelidikan KPP HAM Priok.

Oleh karena itulah, baik Irianto, Apong dan Ahmad Yani maupun KPKP
menolak undangan KPP HAM Priok karena sejak awal KPP HAM Priok tidak
pernah menjelaskan orientasi kerja, bahkan tidak menjawab permintaan
anggota narasumber tersebut untuk diberikan salinan BAP, serta
mengikutsertakan pada setiap proses pemeriksaan dan penyelidikan.

Irianto mengungkapkan, dia menyayangkan praktik beberapa instansi
pemerintah yang menempatkan orang-orang dari LSM yang kritis dalam
soal HAM sekadar untuk pelengkap. "Seolah-olah sudah melibatkan banyak
orang padahal tidak pernah dilibatkan. Kami tidak ingin menjadi bagian
dari skenario besar yang kami sendiri tidak tahu. Persoalan dalam
penyelidikan itu apa, kita sendiri tidak tahu karena mereka tidak
melibatkan sejak awal," tegasnya. (oki)

http://www.hamline.edu/apakabar/basisdata/2000/05/12/0032.html

Tidak ada komentar: